Kamis, 28 Juli 2016

Pengalaman Berhemat di Bulan Ramadhan


                Bicara pengalaman,jadi ingat masa-masa pertama datang ke kota metropolitan ini. Jakarta. Yang hanya berbekal setumpuk uang tak menjanjikan,dan serpihan-serpihan mental sisa sekolah Madrasah dulu. Aku berusaha untuk tetap hidup layak demi mencapai prioritas hidup,kesuksesan. Jauh dari rencana awal,untuk tetap bisa kuliah dimanapun itu. Dan takdir menegaskanku untuk melanjutkan kuliah disalah satu universitas bergengsi di daerah Jakarta Barat. Adalah semangat yang menggebu sebagai salah satu motif utamaku untuk bertahan dan melanjutkan kuliah secara gratis. Pertentangan kuat dari kedua orang tua,yang memang hanya bekerja serabutan setiap harinya tak sanggup meng-iyakan keinginanku kuliah di Jakarta. Dan entah keyakinan apakah yang Allah berikan hingga akhirnya aku bisa tetap kuliah dan mendapat beasiswa penuh. Alhamdulillah,ramadhan pertama ku di tahun 2013 adalah pengalaman yang tak pernah terlupakan. Dengan hanya bermodalkan uang saku perbulannya enam ratus ribu rupiah,aku harus mampu mengaturnya dengan baik. Terlebih biaya hidup di Jakarta yang serba mahal. Dan aku buat kondisi itu tetap membaik.
            Buka puasa pertamaku hanya bisa membeli es batu dan menyeduh teh seadanya. Adalah buka puasa yang paling nikmat sepanjang ongkos yang aku keluarkan tak begitu banyak. Jadi ingat,saat dulu aku merindukan masa-masa berbuka di rumah bersama Ibu dan kedua adikku. Ingin ini,ingin itu,semua bisa terselesaikan. Tidak untuk saat itu. Selalu kuurungkan niat untuk sekedar membeli es buah. Kembali berkutat dengan es batu dan teh manis. Tak jarang aku menangis setiap kali Ibu menanyakan kabar dan menu berbuka saat itu. “yang penting Ibu makan enak disana,aku baik-baik saja bu” fikirku. Uangku tak bisa dinegosiasikan lagi.sakit ini bukan sebab sakit tak terisi makanan-makanan enak. Melainkan sakit sebab memikirkan dengan uang mana lagi harus kuhabiskan makanan itu. aku harus bertahan. Yakin jika Allah Sang Pemilik segalanya tak pernah tidur. Malam-malam sahurku mulai ditemani oleh sepiring nasi dan sebungkus garam persediaan mendesak. Dan ternyata,waktu inilah desakannya. Ingat kata ibu,saat semua makanan termasuk nasi campur garam pun kan tetap nikmat saat kita selalu bersyukur dan merasakannya sebagai berkah Allah SWT. Aku selalu menerapkan itu.
            Sekali lagi,uangku sudah tak berbilang. Tak mungkin aku meminta ayah hanya untuk mengirimkan uang jatah bulanan. Kalaupun ada sudah pasti kugunakan untuk keperluan tiket kreta pulang libur nanti. Allah selalu bersamaku. Hari-hari puasa tetap kunikmati dengan jadwal kuliah semester pendek awal yang menyenangkan. Masih banyak rejeki nanti,fikirku. Tak jarangpula aku me-lobby salah satu teman secara bergantian dengan cara ikut berbuka puasa dirumah mereka. Alhamdulillah,Allah memudahkan. Bukan rencana buruk,melainkan ide kreatif yang kujadikan satu bentuk usaha agar aku tetap bertahan hanya untuk sesuap nasi. Sahurku sudah tak diisi lagi dengan nasi dan garam.melainkan hanya 2 sampai 3 gelas air putih setiap waktunya. Itu indah. Sangat indah. Hingga akhirnya waktu liburanku tiba. Sesampainya dirumah langsung kupeluk Ibu yang  juga tersentak  sebab pelukannya yang terlalu erat. “Aku merindukanmu bu”, Ucapku dalam hati. Allah Maha Segalanya.
Dan nikmat Tuhan mana lagi yang Engkau dustakan?”

(Q.S. Ar-Rahman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar