Kau tak
bicara banyak. Bercerita panjang, tertawa terbahak, atau bahkan menggodaku. Kau
lelaki pertama yang kutemui dengan sifat berbeda. Ya, biasanya aku bertemu
lelaki yang seleranya tak jauh berbeda. Tapi lain denganmu. Aku suka
mengunjungi tempat makan baru untuk sekadar mencicipi makanan yang belum pernah
kucoba. Semua tempat baru kusukai. Kebetulan saja lidahku menerima semua varian
rasa makanan. Masakan asin, pedas, manis, bahkan hambar aku menikmatinya.
Berbeda denganmu. Lidahmu tak sefleksibel lidahku yang bisa mencicipi segala
makanan. Kau tak suka pedas yang berlebihan. Lebih suka pedas manis dan tak
suka masakan sayur kuah rebusan. Sedang aku menyukai sop, asem, dan semua sayur
berkuah. Aku suka mengitari jalanan kota entah sekadar melihat-lihat ataupun
membeli makanan ringan. Tapi kau tidak. Ingatkah saat aku datang dan memintamu
pergi bersama? Ya, saat itu kau menyilakanku memilih tempatnya. Tapi ditengah
perjalanan kau bahkan lupa kita sedang dimana. Kau asing dengan perjalanan
kita. Bermain balok, minum stmj murni, dan ya! Aku masih ingat jelas rasa nangka
yang kau suka. Ah, memintamu menyukai semua yang selalu kulakukan bukanlah
perkara mudah. Aku tak memaksamu. Cinta ini membuatku luluh menerima apapun
kesukaanmu. Sekalipun itu tak kusukai. Kau adalah lelaki penikmat lagu. Kuakui
suaramu tak bagus tapi aku mendengarkanmu dengan senang. Aku menikmati
aktivitasmu sepenuh hati.
Entahlah, sejak kapan aku menaruh harapan ini.
Yang kuingat, kau menyenangkan. Tak pernah sebelumnya mataku menyampaikan malu
pada hati. Kemudian disampaikan otak agar tak melangkah lagi dengan segala
kekhawatiran. Hati ini Shopa, memintamu untuk selalu kembali dengan semua
keadaan. Kaki yang menuntunku kuat disegala medan, dan hati yang ditangguhkan
disegala keputusan. Tak ada kebetulan. Yang ada hanyalah rencana Tuhan
direalisasikan. Shopa, kau tau? Aku bahkan tak merasakan sakitnya ditampar saat
kau deskripsikan rasa waktu itu. Lalu mendadak aku meragukan apakah ini bagian
permainan Tuhan. Pernahkah kau memikirkan ini Shopa? Kalau hati dibolak
balikkan disegala keadaan, lalu Tuhan memberimu linglung dalam perasaan sendiri
yang tak pernah terselesaikan? Ya, keadaanku demikian sejak menemuimu.
###
Suatu malam kita berbincang layaknya kekasih. Kita
berbaring diruangan kecil berukuran 4x2 meter. Itu ruang tamu kontrakanmu
–biasa disebut beskem- bersama tiga temanmu. Malam itu, kau menatapku penuh
cinta. Bahkan kita tahu sebelumnya tak pernah sedekat ini. Tatapanmu adalah doa
masa depan. Aku tak bisa melewatkan banyak malam tanpa mata itu. Ya, memang
bola matamu menunjukkanku banyak pertanyaan. Namun aku yakin kau pun merasakaan
hal sama. Kita khusyuk menikmati rasa.
“ Terimakasih atas kesediaanmu menemuiku Shopa,” ucapku lirih
memegang tangannya.
Parasnya yang teduh membuaiku terbang bersama deru kipas angin
kecil di atas meja dekat buku-buku. Baling-balingnya yang kuat mampu merogohkan
angin untuk siapapun yang kepanasan. Kau tersenyum. Membuaiku lebih dalam lagi.
Kita tak berhenti adu pandang. Tanganmu mengusap pipiku dengan mata
berkaca-kaca.
“Kau ingin bicara sesuatu? Katakanlah..” Ucapku.
Jam dinding terus mendendangkan suara khas laju jarumnya.
Seakan ia tak tahu bahwa suatu hari batrenya akan habis dan ia terhenti.
Ternyata ia tahu siapapun yang membutuhkan, tak membiarkan ia mati sia-sia. Kau
beruntung wahai jam, betapa banyaknya cinta yang ditorehkan untukmu, meski kau
tak tahu banyak soal itu. Shopa memelukku tiba-tiba. Erat. Sangat erat.
Tangannya tak melepaskanku sesentipun. Aku tertegun. Semakin banyak
pertanyaanku kepadanya. Semakin tak kuasa pula aku menahan tanya. “ Kamu
baik-baik saja kan? Ada apa? Apa ada masalah?,” tanyaku lagi.
Aku terbiasa menjawab pertanyaan sendiri. Pastinya saat kau
diam tak menjawab. Aku tahu, hubungan ini tak jelas. Bukan karena ia memiliki
wanita lain, hanya tak ada tujuan jelas diantara kita. Mataku tak lekang
darinya. Pelukan itu semakin lemah. Sampai ia melepaskan dan berpindah mencium
keningku. Entah seperti apa perasaanku saat ini. Berkecamuk liar meronta-ronta
tak terkendali. Wajahku memelas. Berharap ia mau mengatakan sesuatu. “mafkan
aku,” ucapnya gemetar. “ maafkan aku,” kedua kalinya ia mengucapkan. Kulihat
matanya, meneteskan air mata. Lelaki ini, tak pernah sedetikpun kulihat murung
bahkan menangis. Mengapa dia meminta maaf padaku? Sedang kesalahan tak pernah
membekas dihatiku. Ya, kau selalu sempurna dimataku. Dihatiku.
“ Maaf kenapa? Kamu gak salah apa-apa. Ada apa?,” tanyaku
dengan pertanyaan masih sama.
Kutatap matanya dikedalaman cinta. Kubuat diriku lebih tangguh
didepannya. Kuciptakan hati sekuat baja. Agar dia tahu bahwa aku mencintainya
tanpa kesedihan. Bisikan angin tak kudengar. Mungkin ia tak mau mengganggu
kemesraan ini. Atau mungkin tak ingin berdebat dengan kipas sebab bisa
mengacaukan keadaan.
Tangannya kembali memelukku erat. Ia mencium keningku berkali-kali.
Tersenyum sendiri tanpa ingin aku tahu kenapa.
“Aku tak berdaya di
depanmu Shopa kau tahu itu. Mengapa kau diam saja? Bicaralah. Atau aku akan
terus bertanya dengan pertanyaan sama berulang kali,” Tanyaku lagi. Kulihat
wajahnya lekat-lekat. Ada cerita yang tak pernah ia sampaikan padaku.
“ Maafkan aku kalau tak bisa menjanjikanmu hidup bersama,”
Aku terdiam. Mendadak nafas ini sesak bak asma yang kambuh.
Denting jam tak kudengar. Deru kipas tak kurasa. Semua mendadak berhenti di
telingaku, di tubuhku. Tak paham wajahku meraut seperti apa. Mataku berkaca
dadaku sesak. Kubiarkan bulir permata jatuh dari mataku. Bulir mimpi, bulir
harapan, bulir cinta, bulir rindu, bulir kasih, dan semua keindahan tentang
parasnya. Yang terakhir adalah bulir doaku untuknya. Semua mengalir begitu
saja. Kau mengusap pipiku. Memintaku agar berhenti menangis. Dan tangisku
semakin menyesakkan nafas.
Semua sudah pernah kupertanyakan. Bahkan seperti biasanya aku
menjawab sendiri dari beragam sisi. Seminggu yang lalu, suatu malam, kau
mengabarkanku. Masa dimana kita berada difilm percintaan yang harapannya takkan
bersatu, dan mimpi terabaikan. Aku terus meneteskan air mata. Kau memelukku
tapi otakku tak meraihmu. Ayahmu meminta agar kau segera menikah sebelum adikmu
melamar kekasihnya. Keluargamu tak ingin kau dilangkahi meski sejatinya tak
masalah sebab kau seorang lelaki. Tapi keluargamu meminta itu. Aku tak berdaya
saat tahu kemungkinan kecil hadir diantara kita. Sejak saat itu aku berfikir
akan kehilanganmu. Nyeri rasanya saat aku menarik nafas. Aku tak punya riwayat
penyakit asma. Yang kutahu, riwayatku hanya harapan kronis yang memenuhi otak
dan menjalar keseluruh bagian terkecil organ tubuhku. Aku selalu menyangka kau
lelaki perkasa yang berjuang demi cintanya. Ternyata tidak. Kau adalah lelaki
sejati yang tak ingin menyakiti hati seorang Ayah. Sebab ibumu yang baru
sebulan berpulang menemui Nya juga pasti menyetujui ayahmu. Aku memahamimu
lebih dari nasib cintaku. Aku hanya seorang wanita. Kau pun tahu kedudukannya lemah
disegala sisi. Bahkan motivasi kartini tak bisa membuatku bertahan dalam cinta
yang kusimpan. Kau terus menyeka air mataku. Harusnya kau tampung dalam tandon
besar sebab sebagiannya adalah doa keselamatanmu.
###
Tidak ada komentar:
Posting Komentar