Selasa, 30 Desember 2014
Edelweis Yang Tetap Hidup
(1)
Setahun sudah ia ditinggalkan.
Seorang pria berwajah tampan yang dulu ia pertaruhkan jiwanya.
Edelweis-nama cantik pemberian orang tuannya kala ia dilahirkan.
Berharap ia kan jadi wanita idaman setiap orang.
Dikamar itu ia selalu diam.
Meratapi nasib yang tak pernah usai.
Baginya,hidup hanya sebuah cita-cita di alam mimpi
Yang wujudnya pun tak terlihat.
Teringat saat dulu Andi- kekasih hatinya merayu menjanjikan masa depan.
Diberikannya Edel banyak hadiah.
Tas,buku,dan macam-macam perlengkapan kuliah.
Ya,saat itu Edelweis dibangku perkuliahan dan Andi dengan pekerjaan otomotifnya.
Teramat dicintainya Andi saat itu.
Pria kepercayaan hatinya dan harapan hidupnya kelak.
Begitupun Andi,Edel adalah wanita kesekian yang membuatnya jatuh cinta.
Suatu ketika malam membuat mereka lupa bahwa Tuhan tak pernah tidur mengamati makhluk-makhluknya.
Direbahkannya tubuh edel malam itu
Andi yang tak pernah meminta dan edel yang tak memberi.
Mereka tak pernah tahu apa-apa.
Tapi hati mereka menjerit
Sakit seiring cumbu yang terpuaskan.
Malam itu,edel dibuat lupa oleh cinta yang ia anggap sakral.
Cinta yang ia anggap tak akan pernah meninggalkan hidupnya.
Tapi naas tetap naas.
Andi meninggalkannya jauh dan entah kemana.
Hanya dikamar itu edel ingat.
Baju barunya tergores darah tak nampak
Celana dalamnya tertimbun sperma cinta pujaan hatinya.
Tubuh langsat yang tak terlihat lagi elok perangainya.
Serta jilbab selusuh hati dan jiwanya.
Ia menjerit kesakitan.
Sakit sebab tak berharga lagi yang telah Tuhannya titipkan.
Sakit sebab lelaki yang teramat dicintai,yang menjanjikan hidupnya tlah hangus bersama kobaran api cinta lain.
Kini edel,seonggok daging tak bernilai itu hanya pajangan Tuhan yang masih tersisa.
Hatinya beku.
Dilaluinya hidup tanpa tujuan.
Tanpa harapan masa depan.
(2)
Edel dibesarkan tanpa seorang ayah
Kata ibu,ayahnya pergi meninggalkannya saat masih dikandungan
Entahlah edel merasa hidup ini karma beruntun.
Yang ujungnya pun ia tak tahu.
Edel pergi meninggalkan rumah kediamannya.
Meninggalkan ibu yang merawatnya.
Membiarkan luka itu terus menganga.
Tiba disuatu jalan ia melihat tawaran pekerjaan.
Bekerja di salah satu pertambangan.
Berjalan ia menuju tempat dimana pekerjaan itu ditawarkan.
Edel tak pikir panjang.
Baginya pekerjaan adalah jalan mulus ua bisa melupakan masa kelam.
Setelah melalui proses panjang
Dibawanya edel beserta rombongan wanita lain yang nampak semua sebayanya.
Sesampainya disana edel beserta seluruh wanita-wanita dimasukkan dalam kabin bak barang bekas.
Edel tak paham.
Pekerjaan apa yang kan ia terima nanti.
Setiap wanita dibawanya keluar satu persatu.
Dipolesnya molek bak boneka barbie
Dibelikannya baju mewah,lingerie dan semacamnya.
Begitupun edel.
Ia nampak cantik dibalut gaun tanpa busana.
Semua memperlihatkan kemolekan lekuk tubuhnya.
(3)
Tak ada suara apapun dalam kamar itu.
Edel yang selalu diperintah untuk tetap berada dalam kamar dan melayani semua tamu yang berkunjung kedalamnya.
Yang terdengar hanya edelweis satu!
Edelweis dua! Edelweis tiga! Dan seterusnya.
Tinggal menunggu giliran dimana edel kan menjadi cicipan pertama,kedua,dan setelahnya.
Lelaki beringas yang pertama masuk
Langsung melahapnya bak singa yang kelaparan.
Edel menangis dalam kamarnya.
Diatas kasur ia mengadu.
Haruskah luka tetap menganga?
Haruskah buruk selalu buruk?
Haruskah dirinya pasrah dengan kenyataan?
Kenyataan bahwa ia wanita yang dinobatkan menjadi pekerja seks.
Matanya tak lagi kuat menahan tetes air mata kepedihan.
Hantaman demi hantaman ia rasakan.
Tubuhnya layu selayu bunga yang tak pernah dipertemukan air.
Andi,teringat ia pada kekasih pujaan pertamanya.
Kekasih perdana yang merenggut kehormatannya.
Betapa Tuhan tak menolongku!
Teriak edel disetiap malamnya.
Orang-orang tlah menganggap ia gila.
Dipecatnya ia dari pekerjaan itu.
Edel menghardik dirinya.
Ia menghardik Tuhannya.
Ia mengutuk hidup dan matinya.
Betapa kakinya tak merasakan panas terik matahari.
Ternyata dirinya tlah dijual oleh orang-orang beringas itu.
Sempurna sudah penderitaannya.
(4)
Kini,edel bertemu seorang pria yang mencintainya.
Harun namanya.
Ia menemukan edel terkapar tak sadarkan diri disisi jalan.
Dirawatnya edel dengan penuh kasih.
Ia tak kenal pria baik itu.
Baginya,seluruh lelaki sama saja.
Tapi edel menutup diri. Mengingat tubuhnya tak lagi utuh.
Edel merasakan,Harun adalah pria baik yang menjaga hidup untuk istrinya kelak.
Tuhan,jerit edel keras.
Kau bilang baik kan selalu mendapat baik?
Dan buruk selalu mendapat buruk?
Lalu bagaimana jika aku meminta harun untukku?
Dia baik dan aku buruk.
Tidakkah kau perkenankan aku?
Lalu untuk siapa aku ini Tuhan?
Tak kuasa ia membendung air mata keringnya itu.
Harun selalu datang dan menenangkan.
Andai ia tahu.
Andai ia mengerti. Ratap edel dalam tangis.
Sujudnya khusyuk.
Memohon ampun semoga Tuhan masih berbaik hati memaafkannya.
Memaafkan Andi yang telah meninggalkannya.
Membangunkannya dari mimpi yang tak pernah terungkap.
Sujudnya tak pernah hilang.
Didoakannya Harun harapan barunya.
Disemogakan ia dalam ketidakmungkinannya.
Tuhan mendengar doa Edel.
Siang itu Harun beserta keluarga yang akan melamarnya.
Edelweis nama cantik pemberian orang tuanya.
Berharap hanya bisa ditemukan di kaki gunung sana. Keelokkannya. Keindahannya.
Tapi kini,ia hanya edelweis biasa yang bisa dijumpai banyak orang.
Edel tak bisa membohongi hatinya.
Harun adalah pria baik.
Yang tak pantas untuknya.
Diketuknya pintu kamar edel. Dipanggilnya edel tak ada suara.
Didobraknya pintu kamar dan yang tersisa hanya tubuh bersimbah darah.
Botol botol bensin berserakan kosong.
Mulut ternganga serta mata indah yang tak lagi hidup.
Harun menangis. Menangisi edelweis pujaan hatinya.
Edelweis yang kini tinggal nama.
Ia tlah pergi bersama masa lalu,
Bersama Andi kekasih hidup dalam mimpi panjangnya.
Namun ia tetap hidup dalam tidurnya.
Langganan:
Postingan (Atom)